Trade Remedies Dialogue Series : Subsidy and Countervailing Duty (CVD)

Trade Remedies Dialogue Series : Subsidy and Countervailing Duty (CVD)

Menyadari peningkatan trend tuduhan subsidi dan countervailing duty (CVD) terhadap produk  asal Indonesia di beberapa negara mitra dagang, pemerintah dalam hal ini  Kementerian Perdagangan RI melalui Direktorat Pengamanan Perdagangan  mengadakan bimbingan teknis (bimtek) di Hotel Borobodur Jakarta pada hari Senin  tanggal 25 November 2019 yang lalu.  "Trade Remedies Dialogue Series: Subsidy and Countervailing Duty (CVD)" adalah tema yang diangkat pada bimtek tersebut  dan fokus utama adalah  mengenai investigasi anti subsidi terhadap produk impor asal INdonesia di negara mitra dagang (Studi Kasus: Penyelidikan Anti-Subsidi Terhadap Impor Biodiesel Asal Indonesia).   Kegiatan ini dibuka oleh Bapak Dirjen DAGLU - Kementerian Perdagangan RI, Indrasari Wisnu Wardhana,  dengan  menghadirkan pembicara dari unsur  birokrasi, praktisi hukum, dan Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Paulus Tjakrawan serta peserta dari berbagai kementerian-lembaga, asosiasi, dan perusahaan terkait.

Melalui Bimtek ini, para stake holder diingatkan mengenai pentingnya meningkatkan kepedulian dan pengetahuan tentang isu pengamanan akses pasar ekspor Indonesia dan sekaligus mengedukasi  kementerian dan lembaga pemerintah juga para stakeholder lain terkait, sehingga kebijakan subsidi pemerintah Indonesia tidak melanggar aturan-aturan yang ditetapkan oleh World Trade Organisation (WTO).

Sejak terbentuknya WTO tahun 1995 hingga 2018,  dari 541 kasus tuduhan subsidi, ada 24 kasus diantaranya atau sekitar 4,4% dituduhkan kepada Indonesia.  Hal ini  menjadikan Indonesia sebagai negara ke-4  anggota WTO yang paling sering dituduh melakukan subsidi setelah Tiongkok, India, dan Korea Selatan. Dari 24 tuduhan tersebut, terdapat 9 tuduhan yang diimplementasi menjadi penerapan Countervailing Measures. Kesembilan tuduhan tersebut berasal dari Amerika Serikat (6 kasus), Uni Eropa (2 kasus), dan Kanada (1 kasus). Produk yang dikenakan bea masuk bervariasi mulai dari Biodiesel, produk baja, produk kertas, dan produk tekstil.  Kementerian Perdagangan bersama pemangku kepentingan berhasil menyelesaikan 15 kasus tuduhan sehingga tidak berakhir di pengenaan bea masuk Anti Subsidi.  Sekarang pun Indonesia tengah  menghadapi 7 (tujuh) kasus tuduhan anti subsidi yakni 2 kasus dari Amerika Serikat (produk Biodiesel danUtility Wind Tower), 2kasus dari Uni Eropa (produk Biodiesel dan Hot Rolled Stainless Steel Sheet & Coils) dan 3 kasus dari India (produk Cast Copper Wire Rods, Flat Stainless Steel dan Fibreboard).  Jika 7 kasus ini sampai dikenakan bea masuk anti subsidi (countervailing duty-CVD) maka kita akan kehilangan nilai ekspor minimal sebesar USD 1,25 miliar/tahun.  Sangat merugikan perdagangan kita! Beberapa badan yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia  pernah menjadi sasaran  investigasi subsidi karena dianggap “memberikan”  subsidi antara lain PTPN, PLN.   Bahkan  kebijakan pemerintah untuk melarang ekspor logs  menjadi  sasaran  investigasi subsidi.  Saat ini Kementerian Perdagangan berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga dan badan pemerintah terkait,  berupaya mematahkan tuduhan-tuduhan  investigasi tersebut.

Sebenarnya WTO telah mengatur kebijakan subsidi secara rinci dalam Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (SCM).  Subsidi dilarang,  jika melibatkan kontribusi finansial dari Pemerintah atau badan pemerintah negara pengekspor, adanya keuntungan, dan diberikan secara spesifik/khusus untuk industri tertentu dan ada hubungan kausalitas dimana produk ekspor yang telah disubsidi dari negara tersebut terbukti merugikan industri domestik dari negara pengimpor. Peraturan WTO ini pun telah diadobsi menjadi PP nomor 34 tahun 2011 Pasal 1 ayat (2) mengenai Tindakan Imbalan.  

Dalam bimbingan teknis ini juga di-share berbagai pengalaman tuduhan subsidi termasuk kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) di beberapa sektor yang sejak beberapa tahun terakhir menjadi pertanyaan beberapa negara anggota WTO di sidang-sidang  WTO. Beberapa hal yang harus menjadi perhatian adalah penerbitan kebijakan yang bersifat “in compliance with WTO regulation” dan  membuktikan bahwa kebijakan pemerintah RI yang dituduh sebagai praktek subsidi dari pemerintah bukan merupakan bentuk subsidi yang melanggar WTO.  Untuk suksesnya upaya ini, tentu kerjasama dari seluruh stake holder sangat dibutuhkan.  Contoh upaya kecil yang bisa dilakukan adalah dengan kooperatif memberikan data dan informasi kepada pemerintah jika suatu produk sedang dijadikan obnjek investigasi.