Jakarta, APKINDONews - Pemerintah Indonesia resmi menolak tuduhan subsidi dari Amerika Serikat terhadap ekspor plywood (kayu lapis) Indonesia. Dalam dokumen konsultasi resmi bertanggal 5 Juni 2025, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia membantah tegas tuduhan yang diajukan oleh koalisi industri AS dalam bentuk petisi investigasi Countervailing Duties (CVD).
Tuduhan ini menyasar berbagai program pemerintah Indonesia yang dianggap memberikan keuntungan tidak adil bagi industri kayu lapis nasional. Total ada 11 program nasional dan 3 tuduhan subsidi lintas negara yang diajukan dalam petisi tersebut.
Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa tuduhan tersebut tidak didukung bukti kuat sebagaimana diatur dalam Pasal 11.2 dan 11.3 Perjanjian WTO tentang Subsidi dan Langkah Imbalan (Subsidies and Countervailing Measures-SCM Agreement). Menurut pemerintah, tuduhan itu hanya bersifat asumsi dan tidak memenuhi syarat penyelidikan.
Salah satu tuduhan utama adalah bahwa Indonesia menyediakan kayu log kepada produsen dalam negeri dengan harga murah (less than adequate remuneration). Pemerintah menyanggah dengan alasan bahwa harga kayu log sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme pasar dan tidak ada subsidi yang diberikan kepada industri plywood.
Tuduhan lain terkait larangan ekspor kayu log (prohibition of log export) juga dibantah. Pemerintah menegaskan bahwa larangan ekspor tersebut merupakan kebijakan konservasi hutan dan berorientasi lingkungan. Kebijakan ini juga mendukung sistem verifikasi legalitas dan kelestarian (SVLK) the Indonesian Timber Legality Assurance System) dan tidak memberikan keuntungan finansial kepada pelaku usaha justru kebijakan ini juga untuk memenuhi ketentuan negara pengimpor seperti EU dan Lacey Acts di Amerika.
Terkait tarif listrik, pemerintah menjelaskan bahwa tarif berbeda berdasarkan jenis pengguna dan voltase. PLN sebagai penyedia listrik nasional menjalankan layanan publik, bukan program subsidi khusus untuk industri kayu lapis.
Petisi juga menyinggung adanya tax holiday untuk industri pionir. Namun, pemerintah menegaskan bahwa industri kayu lapis tidak masuk dalam daftar sektor pionir sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 130/2020.
Program lain seperti fasilitas kawasan industri, pembiayaan ekspor dari Exim Bank, pembebasan PPN atau bea masuk juga dijelaskan tidak bersifat spesifik maupun memberikan keuntungan tidak adil. Fasilitas tersebut bersifat umum dan terbuka untuk seluruh sektor industri di Indonesia.
Menariknya, pemerintah juga menolak tuduhan adanya subsidi dari Pemerintah Tiongkok yang ditujukan ke produsen Indonesia. Pemerintah Indonesia menegaskan tidak punya kontrol atas kebijakan pemerintah Tiongkok dan dengan demikian, pemerintah Indonesia tidak semestinya menjadi pihak yang bertanggung jawab atasnya.
Dalam dokumen tersebut, Indonesia meminta pemerintah AS untuk mengecualikan beberapa produk plywood dari cakupan investigasi. Di antaranya adalah kayu lapis tipis dengan ketebalan 2,7–3,4 mm dan 4–6 mm, yang menurut data tidak diproduksi oleh industri AS dan berasal sepenuhnya dari kayu lokal Indonesia.
Langkah tegas ini mencerminkan keberpihakan pemerintah terhadap pelaku industri nasional, khususnya sektor kayu lapis yang menjadi andalan ekspor non-migas Indonesia. Industri ini menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan telah mengadopsi standar keberlanjutan global.
Pengamat perdagangan internasional menyebut bahwa investigasi semacam ini berisiko mengarah pada proteksionisme yang dapat mendistorsi perdagangan global. Oleh sebab itu, Indonesia mendorong penilaian yang objektif dan transparan dari otoritas AS.
Jika penyelidikan dilanjutkan tanpa dasar bukti yang kuat, dikhawatirkan akan memicu ketegangan dagang baru dan merugikan eksportir Indonesia yang efisien dan patuh hukum.
Pernyataan tersebut juga menyoroti pentingnya negosiasi yang sedang berlangsung antara Indonesia dan Amerika Serikat, khususnya terkait skema tarif resiprokal, tarif sektoral, dan kerja sama lintas negara untuk mencegah praktik penghindaran bea masuk (circumvention). Hal ini mencerminkan upaya kedua negara untuk membangun hubungan dagang yang lebih adil, transparan, dan saling menguntungkan. Dengan memperkuat pengaturan tarif berbasis sektor dan menjamin kepatuhan terhadap aturan asal barang, Indonesia berharap langkah-langkah ini akan mencegah tuduhan tak berdasar di masa depan dan mendorong perdagangan bilateral yang setara. Secara keseluruhan, sikap pemerintah Indonesia mencerminkan keseriusan dalam melindungi industri strategis nasional. Langkah ini diharapkan menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia tidak tinggal diam saat kebijakan unfair trade mengancam pelaku usaha dalam negerinya.
Industri kayu lapis Indonesia pun kini bersatu, bersama pemerintah, menghadapi tekanan internasional dengan data, argumen hukum, dan semangat nasionalisme ekonomi.
Dengan meningkatnya tantangan perdagangan global, peran negara dalam menjaga kedaulatan industri strategis akan semakin penting. Dan dalam kasus ini, Indonesia memilih untuk berdiri tegak. (geo_rob)