JAKARTA — Di tengah pergeseran rantai pasok global dan terbatasnya akses produk Eropa ke Russia, industri kayu Indonesia menemukan peluang baru. Pasar konstruksi Russia yang terus tumbuh membuka ruang bagi produk panel kayu, furnitur, dan material interior asal Indonesia, dengan pameran MosBuild di Moskow sebagai pintu masuk strategis.
Peluang tersebut mengemuka dalam webinar bertajuk “Russia’s Growing Construction Demand: New Opportunities for Indonesian Manufacturers at MosBuild” yang diselenggarakan ITE Group, bermitra dengan PT. Debindomulti Adhiswasti bekerja sama dengan Asosiasi Panel Kayu Indonesia (APKINDO). Forum ini mempertemukan perwakilan pemerintah Russia, penyelenggara pameran, penyedia logistik, dan solusi pembayaran lintas negara.
Sekretaris Jenderal APKINDO Irwan Aten menegaskan bahwa Indonesia memiliki produk yang relevan dengan kebutuhan Russia. “Indonesia berpotensi mengekspor hardwood plywood dengan kegunaan khusus. Produk ini memiliki karakteristik teknis yang dibutuhkan pasar Russia dan bisa mengisi ceruk yang tidak diproduksi secara massal di sana,” ujarnya.
Deputy Trade Representative Federasi Russia di Indonesia, Aleksey Kuksov, memaparkan bahwa permintaan plywood dan panel kayu di Russia digerakkan oleh tiga faktor utama: sektor konstruksi residensial dan komersial, industri furnitur dan interior, serta ekspor ke negara-negara sekitar Russia.
Ia menjelaskan, pasar domestik Russia saat ini didominasi oleh plywood birch produksi lokal yang kompetitif dari sisi harga. Namun, kondisi tersebut justru membuka peluang bagi Indonesia pada segmen tertentu. “Produk plywood kayu tropis dekoratif, marine plywood, dan plywood tahan lembap memiliki daya tarik tersendiri, terutama untuk furnitur, interior kelas menengah–atas, transportasi, dan aplikasi industri,” kata Kuksov.
Keunggulan Indonesia terletak pada pengalaman memproduksi plywood untuk lingkungan lembap dan penggunaan berat, yang sejalan dengan kebutuhan Russia di sektor logistik, gudang, dan transportasi.
Dari sisi kebijakan, Kuksov menyoroti Perjanjian Perdagangan Bebas Indonesia–Eurasian Economic Union (EaEU) yang telah menyelesaikan perundingan substantif. Perjanjian ini diproyeksikan menurunkan atau menghapus tarif lebih dari 90 persen pos perdagangan, menyederhanakan aturan asal barang, dan meningkatkan kepastian regulasi.
“Jika perjanjian ini berlaku, produk Indonesia akan menjadi jauh lebih kompetitif di pasar Russia,” ujarnya. Selain itu, jalur logistik melalui Vladivostok, China, hingga St. Petersburg, termasuk solusi multimoda laut–kereta api, dinilai mampu menekan biaya dan waktu pengiriman.
International Director MosBuild, Darryl Pawsey, menilai bahwa sanksi terhadap Eropa telah menciptakan pergeseran besar dalam rantai pasok Russia. “Produsen Asia kini menggantikan peran pemasok Eropa. Ini menciptakan first mover advantage bagi perusahaan Indonesia yang berani masuk lebih awal,” ujarnya.
Russia, menurut Pawsey, merupakan pasar bernilai tinggi dengan lebih dari 400.000 perusahaan konstruksi dan tren kuat pada renovasi hunian. Konsumen Russia kini lebih mengutamakan value for money, bukan sekadar merek premium Eropa.
MosBuild sendiri disebut sebagai platform B2B utama di Russia, dengan lebih dari 85.000 pembeli potensial, mulai dari distributor, kontraktor, pengembang, hingga produsen furnitur dan interior.
Direktur Event MosBuild Yakov Syromyatnikov menambahkan bahwa MosBuild bukan sekadar pameran tahunan, melainkan ekosistem bisnis yang mencakup pameran berskala besar, platform digital MosBuild Connect, serta forum dan summit industri. “MosBuild adalah pameran konstruksi dan interior terbesar di Russia dan Eropa Timur. Russia terbuka bagi semua negara, dan MosBuild adalah pintu masuk paling efektif,” ujarnya.
Kekhawatiran soal logistik dan pembayaran lintas negara juga dijawab dalam forum tersebut. Theresia Sumanti, General Manager PT. Eurotrans Logistics Indonesia, menjelaskan mekanisme pengiriman barang pameran menggunakan ATA Carnet, yang memungkinkan impor sementara bebas bea, lengkap dengan prosedur re-ekspor ke Indonesia.
Sementara itu, Alexander Dremov, Chief Business Development Officer VD Technolab, memaparkan solusi pembayaran alternatif di tengah keterbatasan sistem perbankan akibat sanksi. “Kami menyediakan jalur pembayaran yang aman, transparan, dan cepat—1 hingga 3 hari kerja—sehingga perdagangan Indonesia–Russia tetap berjalan,” katanya.
Bagi industri panel kayu dan furnitur Indonesia, Russia bukan lagi pasar yang sulit diakses. Kombinasi permintaan konstruksi yang kuat, perubahan rantai pasok global, perjanjian dagang yang semakin ramah, serta MosBuild sebagai gerbang pasar, menjadikan Russia tujuan ekspor yang layak diperhitungkan.
Singkatnya: pasar terbuka, pesaing lama menyingkir, dan pintu masuk sudah tersedia. Tinggal satu pertanyaan tersisa bagi pelaku industri kayu Indonesia—siapa yang masuk lebih dulu? (geo_rob)