Outlook Pasar Kayu Lapis Indonesia di Timur Tengah: Ketika Geopolitik dan Musim Panas Menahan Laju Ekspor

Jakarta, APKINDONews - Pasar ekspor kayu lapis Indonesia ke Timur Tengah menunjukkan dinamika yang semakin kompleks sepanjang 2024 hingga kuartal pertama 2025. Fluktuasi volume dan nilai ekspor tidak hanya mencerminkan realitas pasar semata, tetapi juga menjadi refleksi dari ketidakstabilan geopolitik kawasan serta pengaruh siklus musiman yang menekan laju permintaan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa meskipun secara tahunan ekspor mengalami pertumbuhan moderat, tekanan dari sisi demand dan logistik belum sepenuhnya mereda.

Volume ekspor plywood Indonesia ke Timur Tengah tercatat mengalami fluktuasi tajam dari Mei 2024 hingga April 2025. Puncak ekspor terjadi pada Agustus 2024 dan Maret 2025, masing-masing mencapai 36.612 m3 dan 35.584 m3. Namun, penurunan tajam tercatat di bulan Juni 2024 (14.181 m3) dan April 2025 (11.603 m3), yang mencerminkan adanya tekanan besar di pasar. Turunnya permintaan dari Arab Saudi sebesar -81% di bulan April menjadi faktor dominan dalam penurunan ekspor bulanan secara keseluruhan hingga -67,4%.

Arab Saudi, sebagai pasar utama dengan kontribusi lebih dari 45% total ekspor, menjadi indikator penting kesehatan pasar regional. Penurunan tajam dari pasar ini mengindikasikan bukan hanya berkurangnya kebutuhan akibat faktor musim panas dan tertundanya proyek-proyek konstruksi, tetapi juga dampak dari eskalasi konflik politik dan keamanan di kawasan Teluk, khususnya perang yang melibatkan Iran, Israel, dan kelompok Houthi.

Situasi ini diperparah oleh meningkatnya biaya freight ke wilayah Timur Tengah. Ketegangan geopolitik yang menyebabkan terganggunya rute pelayaran di Laut Merah dan Selat Hormuz turut menaikkan harga logistik, sehingga buyer di kawasan memilih strategi konservatif, "wait and see". Dalam kondisi seperti ini, buyer lebih memilih menahan pembelian sambil menunggu kestabilan logistik dan pasar.

Meski demikian, secara Year-on-Year (YoY), ekspor kayu lapis Indonesia ke Timur Tengah untuk periode Januari–April 2025 mencatatkan pertumbuhan sebesar 6,19% dibandingkan periode yang sama di tahun 2024, naik dari 87.434 m3 menjadi 92.844 m3. Pertumbuhan ini memperlihatkan adanya fondasi permintaan yang tetap eksis, namun berhadapan dengan hambatan jangka pendek yang bersifat non-ekonomi.

Negara-negara seperti Uni Emirat Arab, Yordania, Irak, dan Kuwait tetap menjadi pasar sekunder yang cukup stabil, bahkan beberapa negara non-konvensional seperti Qatar, Maroko, dan Lebanon mulai menunjukkan potensi peningkatan permintaan meskipun volumenya masih relatif kecil. Diversifikasi pasar menjadi strategi jangka panjang yang patut dipertimbangkan eksportir plywood nasional.

Musim panas yang ekstrem di kawasan Timur Tengah secara historis selalu mengurangi aktivitas konstruksi. Juni hingga Agustus menjadi periode low season yang berdampak langsung terhadap permintaan produk berbasis kayu. Kombinasi antara musim dan ketidakpastian geopolitik saat ini menciptakan tekanan ganda yang tidak mudah untuk diantisipasi tanpa strategi pasar yang fleksibel.

Ke depan, pelaku industri plywood nasional perlu mencermati dinamika regional secara cermat. Peluang tetap terbuka seiring dengan program pembangunan besar seperti Saudi Vision 2030 dan rencana rekonstruksi pascakonflik di berbagai negara Timur Tengah. Namun, realisasi dari peluang ini sangat bergantung pada stabilitas politik dan kepastian jalur logistik.

Indonesia sebagai salah satu pemain utama plywood dunia memiliki potensi besar untuk merebut pasar jika mampu menjaga kontinuitas pasokan dan adaptif terhadap permintaan regional. Koordinasi antara pelaku industri, asosiasi ekspor, dan diplomasi ekonomi menjadi elemen kunci untuk mempertahankan bahkan memperluas pangsa pasar di Timur Tengah yang semakin menantang.

Kawasan ini akan tetap menjadi pasar strategis. Namun, hanya pelaku usaha yang mampu memahami irama geopolitik dan cuaca yang akan memenangkan kompetisi ekspor di tengah ketidakpastian global. (geo_rob)