Mendorong Bisnis yang Menghormati HAM: Pemerintah Siapkan Penilaian Wajib Kepatuhan HAM bagi Dunia Usaha

Jakarta, 20 Agustus 2025 — Pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis dalam memastikan pelaku usaha menghormati prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) melalui acara bertajuk “Penguatan Kapasitas HAM bagi Pelaku Usaha”,yang diselenggarakan di Hotel Luminor, Jakarta Pusat. Acara ini turut dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk Asosiasi Panel Kayu Indonesia (APKINDO), sebagai representasi industri kayu lapis nasional.

Dalam forum yang difasilitasi oleh Kementerian HAM (KEMNHAM), pemerintah mengumumkan langkah maju berupa rencana pemberlakuan penilaian wajib terhadap kepatuhan dunia usaha terhadap HAM melalui platform PRISMA (Penilaian Resiko Bisnis dan HAM). Aplikasi ini, yang telah diluncurkan sejak 2021, akan dikembangkan menjadi alat resmi penilaian kepatuhan HAM bagi semua pelaku usaha, dengan target implementasi menyeluruh pada tahun 2028.

Direktur Kepatuhan HAM Kemenham mengungkapkan bahwa mandat uji tuntas HAM bagi korporasi kini memiliki payung hukum yang kuat melalui RPJPN 2025–2045 dan RPJMN 2025–2029. Penerapan kewajiban ini juga merespon maraknya laporan pelanggaran HAM oleh perusahaan, yang dalam data Komnas HAM menempati posisi kedua terbanyak sejak 2012. Pemerintah pun menekankan pentingnya kebijakan preventif sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas nasional dan iklim investasi.

Acara ini mempertegas bahwa praktik bisnis ke depan tak hanya berorientasi pada profit, melainkan juga pada dampaknya terhadap pekerja, masyarakat, dan lingkungan. APKINDO menyatakan dukungannya terhadap langkah ini, sekaligus berharap agar pemerintah memastikan sistem PRISMA tetap adaptif, tidak membebani UMKM, serta selaras dengan kebutuhan industri ekspor seperti kayu lapis.

Poin-Poin Penting Bagi Dunia Usaha

  • Pemerintah akan mewajibkan semua pelaku usaha untuk mengikuti uji tuntas HAM berbasis PRISMA, dengan masa transisi hingga 2028.
  • Terdapat 13 indikator penilaian kepatuhan HAM, termasuk isu hak anak, lingkungan, antikorupsi, hingga perlindungan kelompok rentan.
  • Penilaian ini tidak hanya menyasar perusahaan besar, tetapi juga UMKM yang terlibat dalam rantai pasok ekspor.
  • Pelaku usaha diminta menyesuaikan proses bisnis dan kebijakan internalnya, termasuk tata kelola SDM, transparansi rantai pasok, dan hubungan dengan komunitas lokal.
  • PRISMA akan menjadi platform terpadu untuk melakukan due diligence HAM serta menjadi acuan mitigasi risiko bisnis yang berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM.
  • Adopsi uji tuntas HAM berpeluang meningkatkan reputasi, daya saing global, dan akses ke pendanaan berkelanjutan.

Inisiatif ini menandai komitmen serius pemerintah untuk menegakkan prinsip-prinsip UNGPs (United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights) secara nyata. Dunia usaha diharapkan tak hanya bersiap secara administratif, namun juga membangun budaya korporasi yang mengakar pada nilai-nilai HAM. Jika iterapkan dengan tepat, mekanisme ini tak hanya melindungi masyarakat, tapi juga memberi perlindungan hukum dan meningkatkan kepercayaan pasar global terhadap pelaku usaha Indonesia.

Akses Informasi PRISMA

Bagi pelaku usaha yang ingin mempelajari lebih lanjut tentang aplikasi PRISMA, platform ini dapat diakses melalui situs resmi Kementerian Hukum dan HAM di: https://prisma.kemenham.go.id/

Melalui platform PRISMA, pengguna dapat melakukan registrasi, mengisi formulir penilaian mandiri, serta memperoleh umpan balik awal mengenai kepatuhan perusahaannya terhadap prinsip-prinsip HAM. Panduan teknis dan video tutorial juga tersedia untuk memudahkan proses pelaporan.

Kemenkumham juga menyediakan layanan pendampingan dan pelatihan teknis bagi pelaku usaha yang ingin memahami lebih dalam soal penerapan uji tuntas HAM dalam kegiatan bisnis. Informasi lebih lanjut dapat diperoleh melalui helpdesk PRISMA atau menghubungi Direktorat Jenderal HAM melalui kontak resmi di situs tersebut.