JAKARTA, APKINDO News
Pasar Jepang untuk kayu lapis pada periode Januari hingga Mei 2025 menunjukkan total volume impor sebesar 862.086 m³, menurun tipis sebesar 1,0% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (871.189 m³). Sementara itu, pada bulan Mei 2025 saja, Jepang mengimpor 169.811 m³, sedikit lebih rendah dibandingkan bulan April 2025 yang mencatat 186.647 m³, mencerminkan tren penurunan bulanan yang patut dicermati oleh pelaku industri.
Namun demikian, dibandingkan Mei 2024 yang berada di level 174.177 m³, volume Mei 2025 menurun sebesar 2,5%, menandakan bahwa pemulihan permintaan pascapandemi belum sepenuhnya stabil dan kini sangat bergantung pada kualitas, ukuran, serta jenis plywood yang ditawarkan oleh negara-negara pemasok.
Selama Januari–Mei 2025, Indonesia menjadi negara pemasok terbesar dengan volume 278.851 m³, meskipun mengalami penurunan 1,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (282.408 m³). Di posisi kedua, Malaysia menunjukkan stabilitas tinggi dengan total 238.369 m³, naik tipis sebesar +0,1%, mencerminkan ketahanan dan konsistensi rantai pasok dari negara tersebut.
China menempati posisi ketiga dengan volume 185.911 m³, menurun signifikan sebesar -11,1% dibanding tahun sebelumnya. Penurunan ini mencerminkan dampak persaingan harga, kebijakan karbon global, serta isu dumping yang sedang membayangi produk plywood asal Tiongkok. Vietnam, sebagai pemain keempat, justru mencatatkan peningkatan mencolok sebesar +12,5% menjadi 150.567 m³, dibandingkan 133.860 m³ pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Dalam struktur produk yang diimpor Jepang, dominasi hardwood plywood tetap tak tergoyahkan. Selama Januari–Mei 2025, jenis plywood ini menyumbang sekitar 592.760 m³ atau hampir 69% dari total impor Jepang, jauh melampaui softwood plywood (148.416 m³) dan produk-produk lainnya seperti LVL, blockboard, bamboo plywood, dan “others/produk panel lainnya”.
Secara spesifik, kategori ukuran 12–24 mm dalam hardwood plywood menjadi andalan terbesar dengan volume mencapai 330.160 m³, diikuti oleh kategori 6–12 mm (156.312 m³) dan <3 mm (26.170 m³). Sementara untuk softwood plywood, volume terbesar berasal dari ukuran 12–24 mm dengan total 83.086 m³, mencerminkan preferensi untuk konstruksi bangunan ringan dan keperluan non-struktural.
Berdasarkan tren lima bulan pertama 2025, Vietnam berpotensi menjadi ancaman serius bagi dominasi Indonesia dan Malaysia. Peningkatan sebesar +12,5% menunjukkan bahwa efisiensi produksi, kepatuhan terhadap sertifikasi keberlanjutan, serta efisiensi logistik menjadi kekuatan utama Vietnam. Apabila tren ini berlanjut hingga akhir tahun, Vietnam berpeluang menyentuh angka lebih dari 360.000 m³ per tahun, menggeser posisi Tiongkok dalam jangka menengah.
Di sisi produk, LVL dan tangue plywood tampaknya akan mengalami penguatan permintaan, didorong oleh kebutuhan proyek prefabrikasi dan renovasi rumah-rumah tua di Jepang yang meningkat secara bertahap. Total LVL yang mencapai 217.002 m³ selama lima bulan pertama 2025 menunjukkan pertumbuhan lebih dari 10% dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama.
Bagi Indonesia, meski tetap menjadi pemasok terbesar, penurunan tipis 1,3% perlu dicermati secara serius. Hal ini menunjukkan bahwa pasar Jepang semakin menuntut kualitas, kepastian legalitas, dan keberlanjutan produk kayu. Indonesia harus memperkuat pendekatan berbasis sertifikasi (SVLK, FSC, PEFC), memperluas variasi produk (terutama pada kategori LVL dan tangue plywood), dan mempertimbangkan investasi pada logistik dan kemasan untuk meningkatkan daya saing di pasar Jepang.
Secara keseluruhan, Jepang tetap menjadi pasar strategis utama untuk produk kayu lapis dunia, dengan total permintaan tetap tinggi meski pertumbuhannya melambat. Persaingan akan semakin tajam antarnegara ASEAN, dan diferensiasi berbasis inovasi, kepatuhan, dan efisiensi akan menjadi kunci untuk memenangkan pasar. (geo_rob).