APKINDO dibentuk pada 12 Februari 1976 yang diprakarsai oleh 13 perusahaan kayu lapis. Sebagai organisasi yang bernaung di bawah Kamar Dagang dan Industri Indonesia, APKINDO bertujuan untuk memupuk persatuan dan kebersamaan serta menyuarakan kepentingan industri kayu lapis untuk memanfaatkan kayu bulat secara lebih efisien, menyerap lebih banyak tenaga kerja dan meningkatkan nilai tambah.

Pada awal berdirinya APKINDO, industri kayu lapis Indonesia menghadapi tantangan yang luar biasa, yaitu persaingan baik dari luar maupun dari dalam negeri sendiri. Persaingan dari luar negeri datang dari raksasa industri kayu lapis di Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Singapura. Selain itu, persaingan juga terjadi dengan KOMASI yang merupakan bentuk organisasi Korea, Malaysia dan Singapura ketika menguasai perdagangan kayu di Asia Pasifik. Sementara itu, produsen kayu lapis dalam negeri juga terlibat dalam persaingan yang ketat dan tidak sehat dalam merebut pasar.

Menyikapi keadaan tersebut, APKINDO mengambil langkah untuk membentuk Badan Usaha Bersama (BPB) yang diresmikan oleh Menteri Perdagangan pada Oktober 1984. Dengan strategi tersebut, APKINDO berhasil membuat industri kayu lapis kompak dan dengan rasa kebersamaan yang tinggi untuk memenangkan persaingan di tingkat global. Pada akhirnya, produk kayu lapis Indonesia berhasil menguasai pasar kayu lapis dunia, terutama kayu lapis yang terbuat dari kayu keras.

Selama satu dekade, APKINDO telah menjadi mitra strategis Pemerintah Indonesia dalam memajukan industri kayu lapis dan menjadikannya salah satu industri andalan dalam pembangunan nasional, serta menjadikan produk kayu lapis sebagai primadona ekspor nonmigas bagi Indonesia.

Pada masa krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1998, BPB tidak bersalah melakukan praktik kartel kayu lapis, dan akhirnya dibubarkan sebagai bagian dari kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan Dana Moneter Internasional (IMF) yang dikenal dengan Letter of Intent . Dampak dari pembubaran ini adalah terjadinya persaingan tidak sehat antar produsen kayu lapis dalam negeri yang menyebabkan harga kayu lapis Indonesia mencapai titik terendahnya. Kondisi ini diperparah dengan melemahnya perekonomian negara-negara pengimpor utama kayu lapis Indonesia seperti Jepang, Korea, yang mengakibatkan penurunan permintaan. Di sisi lain, citra buruk kehutanan Indonesia di mata dunia akibat illegal logging semakin memperumit posisi produk kayu lapis Indonesia.

Di tengah situasi sulit ini, APKINDO terus berupaya untuk membina dan menjaga kekompakan anggotanya. Selain itu, APKINDO juga meningkatkan kerjasama dengan produsen dari negara lain (Malaysia dan Jepang), meningkatkan kerjasama dengan asosiasi di negara pengimpor (Jepang dan Amerika), dan mengusulkan kepada pemerintah berbagai kebijakan kondusif yang diperlukan untuk mengembalikan kejayaan industri kayu lapis Indonesia.

Peran APKINDO masih terus dilakukan hingga saat ini, salah satunya untuk mendukung kebijakan SVLK yang diyakini dapat mengembalikan citra positif kehutanan Indonesia di mata dunia, sehingga akan mempermudah produk kayu Indonesia. , khususnya kayu lapis, untuk memenangkan persaingan di pasar global.